Sajak dingin embun pagi begitu
jelas terasa, suara hembusan angin terdengar merdu, perlahan menggoyangkan
bulu-bulu lembut lengan tanganku. Gelap, pagi tampak masih gelap, mentari masih
enggan bangun dari peraduan dan kelopak mataku masih teguh dengan kemalasannya
terbuka. Tidak ada yang menarik pagi ini, setelah semalam rintik hujan terus
saja turun, membasahi dedaunan yang memang haus akan air, melewati sela-sela
batang yang sudah kering dan pucat. Hai, selamat menyambut pagi calon
putra-putri kecilku, maafkan calon ibumu ini yang masih bersikap layaknya
anak-anak, lebih tepatnya pemalas.
Sekarang jawablah pertanyaanku,
ada kegiatan apa kamu hari ini? Olah raga, mengerjakan PR, atau mungkin hanya
sekedar bermain bersama teman-temanmu, Nak? Bagaimana jika kamu duduk manis di
sini dan calon ibumu ini akan melanjutkan cerita kita semalam, setuju? Jika
iya, mengangguklah, maka aku akan segera bangun dan mencuci mukaku. Namun,
tunggu sebentar, aku ingin menyapa Tuhanku terlebih dahulu, aku sangat
merindukannya setelah perpisahan kami beberapa jam lalu. Tunggu Nak, dan
bersiaplah, kali ini tempatkan hatimu benar-benar, biarkan hatiku dan hatimu
saling berkomunikasi Nak.
Baiklah, sekarang calon ibumu ini
sudah siap bercerita, kamu dengarkan baik-baik ya Nak. Bila kamu mulai bosan
jangan segan untuk menghentikan ceritaku, aku akan segera berhenti dan membuat secangkir
teh untukmu agar suasana hatimu kembali nyaman.
Calon putra-putriku sayang,
semalam Tuhan menegurku. Dia bilang aku membuatmu resah dan bimbang, benarkah?
Dia bilang kegundahan yang aku ceritakan padamu membuatmu ketakutan menyambut
sinar duniaku, benarkah? Dia juga bilang kamu menjadi sangat bingung untuk
memantapkan hati pada calon ibumu ini, benarkah? Sayang, maafkan calon ibumu
ini, mungkin tidak seharusnya aku berkeluh kesah padamu. Seandainya aku bisa
memilih, aku akan meminta agar kamu ditempatkan pada calon ibu yang dapat
memberikan kasih sayang sepenuhnya, menjadi sosok perempuan tegar yang dapat
melindungi tubuh rapuhmu Nak.
Sayang, bukan maksudku
menakutimu. Kamu mungkin memang berhasil membayangkan diriku sesuai dengan
sosok yang aku ceritakan padamu, akan tetapi harus kamu tahu bahwa tidak semua
hal yang kamu imajinasikan itu mungkin benar. Biar aku jelaskan lagi kepadamu
calon putra-putri kecilku.
Sayang, bukan ketakutan yang aku
harapkan darimu, bukan pula kegelisahan yang justru menggelayutimu, melainkan
pengertianmu pada calon ibumu. Ya, kamu tidak perlu takut calon putra-putriku,
calon ibumu ini memang bukan orang yang baik, akan tetapi orang yang tidak yang
baik itu bukankah juga memiliki kebaikan di sisinya yang lain? Itu yang aku
maksudkan, Nak, lihatlah pula sisi lain keburukanku, suatu tempat dimana
secerca cahaya kebaikan ada memenuhinya. Dan sekarang yang harus kamu tahu dan
pahami adalah lihatlah sisi baikku dan terimalah sisi buruk hidupku, dua sisi
berbeda yang secara bersama akan menemani hari-harimu nanti. Mengerti, Nak?
Baiklah, aku harap kamu mengerti.
-Calon ibumu, Nurma 12022013-
No comments:
Post a Comment