Pages

Wednesday, February 4, 2015

Senja Stasiun Kutoarjo

Tentang Meninggalkan Cinta (bukan) karena Takut Ketinggalan Kereta

"Cinta, sesuatu yang tidak pernah bisa aku ungkapkan, hanya disimpan sendiri untuk diungkapkan di tempat lain, atau ditebarkan agar membuat orang lain gembira, tidak di sini, tetapi di tempat yang lebih tepat" (Dicha, 21 tahun, single) 

Langit mulai didominasi indahnya jingga, elok seperti pelangi, hanya saja keduanya berbeda soal komposisi warna, dan senja kali ini istimewa, senjanya Stasiun Kutoarjo. Loket tiket adalah bagian paling sempurna untuk menunggu, mengamati puluhan ekspresi calon penumpang yang bervariasi, memperhatikan laju ekonomi yang dibangun oleh beberapa pedagang asongan, dan satu hal, menikmati kesendirian pada setiap penantian.

Tiket sudah di tangan, saatnya melalui gerbang yang dijaga dua orang petugas stasiun menuju ruang tunggu stasiun. Lambaian tangan mulai terlihat pada beberapa calon penumpang pemilik tiket, cium tangan, pelukan hangat dan sedikit air mata menjadi hiasan khas perpisahan. Well, I’m alone, so I’m not doing that activities girls. Let’s move, ruang tunggu. Sesekali tubuhku berbalik, mengamati kembali suasana teras loket, berharap semua sudah aku bawa termasuk cinta yang sempat tertinggal di sini, Purworejo.

Gerbong panjang kereta melintas pelan, melalui jalan khususnya yang disebut rel. Rel adalah jalan yang dimiliki kereta, tidak terputus hingga ke stasiun berikutnya dan berikutnya, hanya ada beberapa jeda yang dijaga palang pintu kereta, tidak seperti jalan cintaku padamu yang penuh dengan jeda. Jeda yang entah berdasarkan karakteristik apa, aku bahkan tidak pernah paham tentang jeda. Pastinya jeda dibuat agar setiap hal tidak monoton, tetapi bervariasi. Seperti halnya kemesraan, jeda atau lebih popular dengan jarak menjadi kekuatan khas yang dapat mendorong setiap orang untuk mempertahankan cinta pada yang dicintainya. Sedangkan aku seperti gerbong kereta, dikendalikan perasaan dan kepercayaan, melaju pada rel sayang yang didesain memiliki (sedikit) jeda untuk menuju stasiun terakhir, cintamu.

Kamu tahu bagian paling tepat menikmati senja di antara lalu-lalang gerbong kereta di stasiun ini? Menurutku spot paling bagus adalah di lajur tengah kemudian menghadap ke arah barat, so good. Sayangnya, keretaku kali ini tidak berada di lajur tengah, keretaku akan melewati lajur yang lain, jadi aku lebih memilih berdiri di pinggir lajur keretaku.

Sesungguhnya di lajur ini seseorang (yang kemudian disebut kamu) pernah bercerita tentang memilih kereta, hanya dua, Sriwedari atau Prambanan express, kendaraan menuju stasiun Tugu Jogja. Sama-sama angkutan kereta namun tidak sama, berbeda. But it’s not the point it’s just a part of his joking. Semua diumpamakan seperti stasiun dan isinya, bila aku dan dia adalah gerbong, maka kamu adalah stasiun tujuanku atau tujuannya, lalu kamu akan mempertimbangkan gerbong mana yang akan kamu izinkan berhenti stasiunmu. 

Kamu pun pernah melukiskan cerita tentang senja. Senja yang tetap akan kembali setiap sore, sama halnya mentari yang tetap akan kembali pada pagi hari, mereka punya siklus yang sudah paten oleh Tuhan. Aku atau dia dan kamu pun akan seperti senja dan mentari, bila berjodoh maka Tuhan akan mendatangkan aku atau dia kepadamu, lalu membuatkan siklus paten agar di antara kita ada kata “saling melengkapi” bukan lagi datang dan pergi.

Satu jam berlalu, kereta terakhir, Sriwedari express sudah siap di depanku berdiri. Sekali lagi aku putar badanku ke belakang, kanan dan kiri, mengamati lalu-lalang para pemilik tiket yang berhamburan ingin segera masuk gerbong. Hey, why am I so sad? Apakah ada yang tertinggal di sini sehingga aku harus tertahan lebih lama? Tidak, tidak ada yang tertinggal, hanya saja aku ingat satu hal tentang pertemuan terakhir kita di lajur ini, kamu memilih Sriwedari. Saat pertanyaanku meluncur tentang mengapa memilih Sriwedari, hanya satu jawabanmu, karena Sriwedari=aku. 

Kali ini aku harus segera masuk gerbong Sriwedari, tetap meninggalkan cintaku di Stasiun Kutoarjo, bukan karena takut ketinggalan kereta, melainkan untuk mengambilnya lain waktu. Aku titipkan padamu cintaku, boleh disimpan tetapi jangan dibagi, karena di saat yang tepat Sriwedari akan berhenti di stasiun yang sama, stasiunmu, Kutoarjo.

No comments:

Post a Comment