Pages

Tuesday, December 4, 2012

Hancurkan Tembok Nestapa


Dear, Aritculatio

            Hai Articulatio, bagaimana kondisimu di tempat baru? Apa tempat itu membuatmu nyaman? Semoga iya. Mungkin kamu sudah lupa dengan kondisi daerah ini. Daerah yang pernah menjadi saksi pertemuan kita berdua, tempat yang tidak pernah subur tanahnya, selalu kering kurang air tanah, dan berlebih tetesan air mata.
            Ya, tempat ini tak pernah menjadi indah dari dulu. Kamu tau, daerah ini justru makin terpuruk setelah tak ada semangat membara hepatika. Dia pergi, seperti kamu yang pergi meninggalkan aku, membiarkanku berjuang sendiri di sini merobohkan tembok pembatas antara kesejahteraan dan kemelaratan yang berdiri dengan kokohnya. Dia bilang tempat ini tidak pantas ditinggali, dia ingin mencari ilmu dan kemakmuran di daerah lain yang lebih subur dan kaya. Sepertinya benar, rumput tetangga memang lebih hijau daripada milik kita.
            Articulatio, tidakkah kamu lihat, sebenarnya rumput kita lebih hijau daripada milik mereka. Daerah kita lebih makmur dan jauh lebih bisa menyejahterakan penduduk di sini. Tapi mengapa articulatio, mengapa kamu dan hepatika beranjak dari tempat ini? Tidakkah kalian merasakan hal serupa denganku bahwa tempat ini tempat terindah dan ternyaman untuk merenda kebahagiaan. Sudah lelahkah kamu bersuara, bukankah dulu kamu adalah orang yang paling semangat memukulkan palu besimu, membuat lubang di tembok nestapa itu. Tembok yang kita tahu tidak mudah untuk dilubangi bahkan dihancurkan, tapi kamu tidak pernah peduli akan hal itu, semangatmu tak pernah padam. Kamu tularkan semangat itu kepada kawan seperjuangan sehingga mereka berdiri dan mulai melakukan hal yang sama, melubangi tembok nestapa.
            Tidak ada kamu dan hepatika membuat semangatku menurun. Aku mulai lelah articulatio, tapi aku tak bisa berhenti melubangi tembok penghalang itu. Kamu tau, aku haus akan keadilan, aku tidak ingin ada timbangan berat sebelah di sini. Sama halnya denganmu, biarpun aku lelah, aku tidak akan berhenti berharap dan berusaha meruntuhkannya. Aku harus menyaksikan tembok itu runtuh dengan mata kepalaku sendiri dan kamu juga harus melihatnya hancur tanpa sisa. Ya, dengan tanganku yang kamu bilang terlalu lembut, akan aku hancurkan sendiri tembok bangsat itu. Dan bila aku berhasil menghancurkannya, aku harap kamu dan hepatika akan kembali ke tempat ini. Tempat yang telah mendewasakan kita, tempat yang kalian tinggalkan tiba-tiba ketika kehancuran sudah mulai menyebar ke segala penjuru.
Hai articulatio, penghinaanmu padaku sebelum kamu pergi akan terus aku ingat. Aku ingat betul kalimatmu “Kamu hanyalah seorang perempuan, kamu yang akan hancur, bukan tembok nestapa itu, tidak akan ada yang mau mempercayaimu, dan penduduk akan membakarmu hidup-hidup bilamana kamu gagal merobohkan keterpurukan.” Ya, kalimat itu, akan aku putar menjadi keberhasilan. Ingat articulatio, aku pasti berhasil, dan kamu harus melihatnya.
Baiklah, aku tunggu kepulanganmu untuk melihat keberhasilanku. Semoga di tempat baru kesuksesan ada di tanganmu. Selamat berjuang di situ, semoga kehancuran tidak akan memakan kita hidup-hidup.

                                                                                              Love you so much,

                                                                                                   Pulmo

No comments:

Post a Comment