Pages

Tuesday, April 30, 2013

Ayah, Aku Menunggumu


Malam sudah begitu larut dan suara burung hantu mulai terdengar menakutkan. Hembusan angin malam yang dingin menerbangkan keinginan kecilku menunggu kepulanganmu ke tempat ini, rumah kita, rumah sederhana yang Ayah bangun untuk melindungiku, tidak tidak, lebih tepatnya melindungi kita berdua, hanya berdua. Rumah dengan sebuah ruang tamu kecil yang diisi sofa empuk berwarna coklat susu, dua buah kamar tidur yang tidak begitu luas sebagai tempatku dan Ayah terlelap dalam mimpi kita masing-masing, sebuah dapur kecil tempatku mengacau sedangkan Ayah membuat sarapan setiap pagi, nasi goreng asin atau telur mata sapi pedas, sebuah kamar mandi dilengkapi toilet yang selalu kita perebutkan setiap hari karena kebutuhan tidak terduga, dan sebuah kolam ikan kecil di belakang rumah yang selalu Ayah sebut sebagai surganya refleksi. Ya, Ayah selalu membenamkan kaki ke dalam kolam dan seolah ikan-ikan memijitnya, entah benar atau tidak, tapi setiap kali aku ikut membenamkan kaki-kaki kecilku, aku tidak pernah merasakan pijatan ikan peliharaan Ayah. Aku pikir sensasi pijatan itu hanya imajinasi Ayah, gambaran kenikmatan istirahat yang sangat sulit Ayah miliki, waktu santai terbebas dari pekerjaan Ayah yang selalu menggunung setiap hari. Aku tahu Ayah tidak ingin menunjukkan rasa lelah padaku, tapi Ayah aku merasakannya, lelah dan keinginan Ayah yang terlampau besar untuk membuatku tetap hidup, hidup berapi-api dengan semangat yang Ayah contohkan dan kerja keras yang Ayah tunjukkan sehingga sampai saat ini istirahat pun Ayah korbankan untuk keinginan itu.
Ayah, udara luar sepertinya tidak cocok untukku malam ini. Ya baiklah aku akan masuk ke dalam rumah dan menunggumu di sofa, semoga aku tidak tertidur seperti malam sebelumnya sehingga aku bisa membuatkan segelas besar teh hangat untukmu. Aku ingat benar saat Ayah mengajariku cara membuat segelas teh manis, masukkan dua sendok makan gula pasir ke dalam gelas besar, kadang Ayah memasukkan 1 atau justru 3 sendok kemudian isi air panas hingga setengah gelas saja, aduk hingga gula larut, tambahkan setengah air panas lagi, terakhir celupkan kantung teh hingga air yang bening berubah berwarna merah. Nah, teh ala Ayah siap disajikan bersama kue kering. Ayah tidak jarang mencampurkan susu kental manis dan teh, rasanya tidak begitu nikmat di lidahku, tapi sepertinya lidah Ayah selalu menerimanya. Ayah, aku tahu Ayah tidak senang melihatku setiap hari menunggu kepulangan Ayah, membukakan daun pintu yang lebih sering tertutup di siang hari, menyajikan segelas besar teh buatanku yang selalu kurang manis, hingga berkurang waktu tidurku dan akhirnya terbentuk kebiasaan insomnia, tapi Ayah, bahkan segelas besar teh manis hangat untukmu lebih berharga dari setiap detik waktu tidurku. Aku ingin selalu menyambut Ayah, menjumpai raut wajahmu yang tetap bersinar walaupun lelah, mendengarmu mengucap salam kedamaian dan aku ingin memberikan senyum terindahku padamu agar Ayah tahu bahwa aku selalu bersemangat. Ayah, aku ingin jadi charge baterai hidup Ayah, terus menambah daya dan kekuatan Ayah agar lampu-lampu dalam hidup kita tidak pernah padam.
Ayah, sekarang sudah dini hari dan rasa kantuk sangat kuat menarikku ke alam mimpi, buku Perjalanan Rasa milik Fahd Djibran yang menemaniku sedari tadi sore pun sudah selesai aku baca. Ayah, apakah Ayah akan pulang esok hari, tidakkah kantor Ayah tutup pada malam hari, sungguh kejam sekali kantor Ayah mempekerjakan karyawannya hingga penuh 24 jam. Ayah pulanglah, segelas besar teh hangat akan selalu siap di hadapanmu, menemanimu beristirahat sambil nonton siaran langsung pertandingan sepak bola. Sekarang aku ingin bermimpi Ayah, memimpikan Ayah duduk di kursi hitam empuk yang dapat berputar ke segala arah, sesekali serius menandatangani berkas dan mengangkat telepon dari pimpinan perusahaan lain. Ya, selamat pagi Ayah, aku akan memimpikanmu menjadi seorang bos besar dengan berangkas berisi uang agar Ayah tidak lagi lelah bekerja sedangkan berangkas Ayah tetap saja kosong. Aku juga akan berdoa pada Tuhan sebelum memejamkan kelopak mataku, mendoakanmu berlimpah kebahagiaan bersama gadis kecilmu ini, mengarungi kehidupan yang tidak sempurna seperti keluarga lain. Ayah, bangunkan aku jika Ayah telah sampai di rumah, peluk aku agar aku tahu bahwa jantung kehidupan masih berdetak kuat dan genggam tanganku untuk berdiri melangkah lebih baik dari hari kemarin.

No comments:

Post a Comment