Malam sudah
begitu larut dan suara burung hantu mulai terdengar menakutkan. Hembusan angin
malam yang dingin menerbangkan keinginan kecilku menunggu kepulanganmu ke
tempat ini, rumah kita, rumah sederhana yang Ayah bangun untuk melindungiku,
tidak tidak, lebih tepatnya melindungi kita berdua, hanya berdua. Rumah dengan
sebuah ruang tamu kecil yang diisi sofa empuk berwarna coklat susu, dua buah
kamar tidur yang tidak begitu luas sebagai tempatku dan Ayah terlelap dalam
mimpi kita masing-masing, sebuah dapur kecil tempatku mengacau sedangkan Ayah
membuat sarapan setiap pagi, nasi goreng asin atau telur mata sapi pedas, sebuah
kamar mandi dilengkapi toilet yang selalu kita perebutkan setiap hari karena
kebutuhan tidak terduga, dan sebuah kolam ikan kecil di belakang rumah yang
selalu Ayah sebut sebagai surganya refleksi. Ya, Ayah selalu membenamkan kaki
ke dalam kolam dan seolah ikan-ikan memijitnya, entah benar atau tidak, tapi
setiap kali aku ikut membenamkan kaki-kaki kecilku, aku tidak pernah merasakan
pijatan ikan peliharaan Ayah. Aku pikir sensasi pijatan itu hanya imajinasi
Ayah, gambaran kenikmatan istirahat yang sangat sulit Ayah miliki, waktu santai
terbebas dari pekerjaan Ayah yang selalu menggunung setiap hari. Aku tahu Ayah
tidak ingin menunjukkan rasa lelah padaku, tapi Ayah aku merasakannya, lelah
dan keinginan Ayah yang terlampau besar untuk membuatku tetap hidup, hidup
berapi-api dengan semangat yang Ayah contohkan dan kerja keras yang Ayah
tunjukkan sehingga sampai saat ini istirahat pun Ayah korbankan untuk keinginan
itu.
Ayah, udara
luar sepertinya tidak cocok untukku malam ini. Ya baiklah aku akan masuk ke
dalam rumah dan menunggumu di sofa, semoga aku tidak tertidur seperti malam
sebelumnya sehingga aku bisa membuatkan segelas besar teh hangat untukmu. Aku
ingat benar saat Ayah mengajariku cara membuat segelas teh manis, masukkan dua
sendok makan gula pasir ke dalam gelas besar, kadang Ayah memasukkan 1 atau
justru 3 sendok kemudian isi air panas hingga setengah gelas saja, aduk hingga
gula larut, tambahkan setengah air panas lagi, terakhir celupkan kantung teh
hingga air yang bening berubah berwarna merah. Nah, teh ala Ayah siap disajikan
bersama kue kering. Ayah tidak jarang mencampurkan susu kental manis dan teh,
rasanya tidak begitu nikmat di lidahku, tapi sepertinya lidah Ayah selalu
menerimanya. Ayah, aku tahu Ayah tidak senang melihatku setiap hari menunggu kepulangan
Ayah, membukakan daun pintu yang lebih sering tertutup di siang hari,
menyajikan segelas besar teh buatanku yang selalu kurang manis, hingga berkurang
waktu tidurku dan akhirnya terbentuk kebiasaan insomnia, tapi Ayah, bahkan segelas
besar teh manis hangat untukmu lebih berharga dari setiap detik waktu tidurku. Aku
ingin selalu menyambut Ayah, menjumpai raut wajahmu yang tetap bersinar
walaupun lelah, mendengarmu mengucap salam kedamaian dan aku ingin memberikan
senyum terindahku padamu agar Ayah tahu bahwa aku selalu bersemangat. Ayah, aku
ingin jadi charge baterai hidup Ayah, terus menambah daya dan kekuatan Ayah
agar lampu-lampu dalam hidup kita tidak pernah padam.
Ayah, sekarang
sudah dini hari dan rasa kantuk sangat kuat menarikku ke alam mimpi, buku Perjalanan
Rasa milik Fahd Djibran yang menemaniku sedari tadi sore pun sudah selesai aku
baca. Ayah, apakah Ayah akan pulang esok hari, tidakkah kantor Ayah tutup pada
malam hari, sungguh kejam sekali kantor Ayah mempekerjakan karyawannya hingga
penuh 24 jam. Ayah pulanglah, segelas besar teh hangat akan selalu siap di
hadapanmu, menemanimu beristirahat sambil nonton siaran langsung pertandingan
sepak bola. Sekarang aku ingin bermimpi Ayah, memimpikan Ayah duduk di kursi
hitam empuk yang dapat berputar ke segala arah, sesekali serius menandatangani
berkas dan mengangkat telepon dari pimpinan perusahaan lain. Ya, selamat pagi
Ayah, aku akan memimpikanmu menjadi seorang bos besar dengan berangkas berisi
uang agar Ayah tidak lagi lelah bekerja sedangkan berangkas Ayah tetap saja
kosong. Aku juga akan berdoa pada Tuhan sebelum memejamkan kelopak mataku,
mendoakanmu berlimpah kebahagiaan bersama gadis kecilmu ini, mengarungi kehidupan
yang tidak sempurna seperti keluarga lain. Ayah, bangunkan aku jika Ayah telah
sampai di rumah, peluk aku agar aku tahu bahwa jantung kehidupan masih berdetak
kuat dan genggam tanganku untuk berdiri melangkah lebih baik dari hari kemarin.
No comments:
Post a Comment